Kamis, 03 Maret 2011

Surat Untuk Bupati Pemalang

Assalamu’alikum Wr. Wb.
Yth. Bapak Bupati Kabupaten Pemalang

Perkenalkan, aku adalah anak laki-laki berumur sembilan tahun. Aku merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Adikku berumur lima tahun. Kini kami telah yatim piatu dan tidak bersekolah lagi.

Ini semua berawal dari ketidakbecusan pemerintah. Dulu, keluarga kami hidup secara normal. Mempunyai rumah sendiri, dan aku pun masih sekolah. Dulu, ayah bekerja sebagai petani, dan ibu berjualan gorengan. Walaupun hasilnya pas-pasan, tetapi dari hasil kerja keras mereka-lah kami bisa hidup senang walaupun hanya ada sedikit perabotan yang mengisi rumah kami, rumah yang berada di pelosok Kabupaten Pemalang. Walapun pelosok, tetapi kami merasa nyaman. Karena disini tidak seperti kota yang penuh asap, kemacetan, dan selalu bising oleh kendaraan bermotor.

Tepat di usiaku yang ke-8, tiba-tiba keluarga kami tertimpa musibah. Sawah milik ayah terserang hama. Semua padinya mati. Tak lama kemudian musim panas membuat sawah ayah mengalami kekeringan. Ayah bingung harus mencari uang kemana lagi. Pernah suatu hari, ayah mendapat tawaran dari paman untuk bekerja sebagai cleaning servis di kantornya. Tapi ayah menolaknya, ia beralasan karena tubuhnya yang sudah tua dan tak kuat untuk berlama-lama berdiri. Akhirnya, paman memberikan modal kepada ayah untuk membuka usaha kecil-kecilan. Ya, kini ayah mempunyai warung kecil di depan rumah. Kami sekeluarga senang. Kehidupan keluarga kami pun kembali normal. Setiap pulang sekolah, aku dan adikku sering membantu ayah berjualan, walaupun terkadang kami malah membuat repot ayah.

Kini ayah telah mempunyai penghasilan yang cukup. Bahkan, untuk menambah usahanya, ayah nekad meminjam uang lagi kepada paman. Ayah berjanji, jika suatu kelak nanti ia berhasil dengan usahanya ini, ia akan menyekolahkanku sampai mendapat gelar sarjana.

Ibu, kini ia bosan menjadi penjual gorengan. Ia ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih. Akhirnya, dengan uang hasil jualan ayah, ibu pun pergi ke Jakarta. Disana, ibu menjadi pembantu rumah tangga. Kata ibu, tinggal di Jakarta lebih cepat mendapatkan pekerjaan dibandingkan tinggal di Pemalang. Ya, walaupun hanya menjadi pembatu rumah tangga. Lagipula, di Jakarta gajinya juga lumayan besar. Setiap akhir bulan, ibu sering bercerita denganku lewat sebuah surat tentang kehidupan kota Jakarta yang gemerlap dengan sejuta pesonanya.

Lima bulan setelah ibu menjadi pembantu rumah tangga, tiba-tiba ia mengirim surat yang membuat kami terkejut. Ibu mengabarkan bahwa ia kerap disiksa oleh majikannya. Ditampar, dipukul, bahkan pernah disiram air panas. Entah apa penyebabnya, ibu tak mengatakannya. Ibu ingin pulang, namun ia tak punya biaya. Akhirnya, tepat tengah malam, ia nekad lari meninggalkan rumah majikannya. Namun naas, saat hendak menyeberang jalan, sebuah mobil menabrak ibu lalu meninggal. Kami sekeluarga sangat syok. Ayah terkena serangan jantung setelah mendapat kabar itu. Adikku kerap menangis di malam hari setiap ia membayangkan ibu. Hanya aku yang masih tabah menerima cobaan ini. Aku pun mencoba menenangkan keluargaku.

Sebulan setelah kematian ibu, kehidupan kami kembali normal. Ayah sudah sehat dan bisa berjualan lagi. Bahkan, ia sering mengantarkan aku berangkat sekolah. Kini ayah merangkap dua jabatan di rumah kami, sebagai kepala keluarga dan juga sebagai “ibu” bagi anak-anaknya.

Tanpa disadar, waktu pun berlalu begitu cepat. Satu tahun telah terlewat. Tapi sayang, akhir-akhir ini ayah sering sakit-sakitan. Asma ayah sering kambuh. Hingga akhirnya kami harus membawa ayah ke rumah sakit. Kami kaget saat mengetahui biaya berobat ayah yang sampai jutaan. Kami harus mendapatkan uang darimana? Sedangkan uang ayah hanya cukup untuk membeli makan kami sekeluarga. Kami bingung harus meminjam uang kemana lagi. Untung kami punya paman yang baik hati. Ia rela membiayai pengobatan ayah sampai keluar rumah sakit.

Satu minggu berlalu. Ayah sudah diperbolehkan pulag ke rumah. Namun ayah masih tidak diperbolehkan bekerja. Warung pun tidak ada yang megurusi. Kami kehabisan uang. Kami sering berhutang kesana kemari. Menjual ini, menjual itu. Sampai-sampai ayah berniat untuk menggadaikan rumahnya. Tapi itu semua aku tahan. Terkadang, kami terpaksa maka nasi bekas orang. Hingga pada suatu hari, kutemukan ayah terbujur kaku dengan leher terikat tali dan badannya menggantung di kamar mandi. Ayah bunuh diri. Inikah cara ayah untuk mengakhiri penderitaannya? Tepat di bawah jasad ayah, kutemukan sepucuk surat. Di surat itu, ayah berkata bahwa dia tak kuat lagi dengan cobaan ini. Ia terpaksa bunuh diri untuk menghindari hutang kepada tetangga. Di surat itu juga ayah menulis alamat rumah paman di Jakarta. Aku disuruh tinggal di sana.

Sebulan setelah kematian ayah, dengan dibekali secarik alamat paman dan juga sedikit uang, aku dan adikku pergi ke Jakarta. Ini pertama kalinya kami pergi sendirian. Kami bingung ketika sudah sampai disana. Disana kami harus apa? Dan kami juga tak mengerti mengapa ayah menyuruh kami pergi ke Jakarta.

Di Jakarta kami terlihat seperti gembel. Saat kami menuju alamat rumah paman, ternyata ia sudah pindah. Tidak ada satu tetangga pun yang mengerti kemana paman pindah. Hidup kami pun luntang-lantung. Tiap malam kami tidur di emperan toko, pasar, dan terkadang di masjid. Demi Tuhan, kami sekarang sudah menjadi gembel. Tak jarang kami juga terkena razia Satpol PP. Dipukuli, ditendang, ditampar, bahkan kadang diseret dan dipaksa ke kantor polisi untuk ditindaklanjuti.

Setelah pemeriksaan oleh Satpol PP, kami pun kembali ke jalalan. Syukur, di tengah perjalanan kami bertemu dengan pengamen. Kami berdua diselamatkan olehnya. Ia menyuruh kami tinggal bersamanya. Di gubuk tua miliknya, ia bercerita bahwa hidup di Jakarta memang keras. Jika kita tidak bisa mencari uang, kita perlahan-lahan akan mati kelaparan. Akhirnya, kami pun diberi pekerjaan. Aku berjualan koran, sedangkan adikku menjadi pengamen. Sejujurnya kami sangat sedih. Disaat anak-anak lain sibuk mencari ilmu dan bermain dengan penuh ceria, kami malah harus mencari uang. Seharusnya kini adikku sudah memasuki bangku kelas 1 SD. Tetapi demi kelangsungan hidup, terpaksa ia berlari dari bus ke bus untuk mengemis. Tak peduli terik matahari menyengat kulit mulusnya dan asap kendaraan menghitamkan wajahnya. Berbekal suara emasnya, ia rela menengadahkan tangannya sekedar untuk sekeping koin. Sedangkan aku, seharusnya kini aku sudah duduk di bangku kelas 1 SMP. Setiap shubuh datang, aku harus segera bangun dan menjual koran di lampu merah. Pekerjaan ini terpaksa kami lakukan dari pagi hingga malam.

Bapak Bupati yang saya hormati,
Karena seringnya membaca koran, kini aku mengerti siapa Anda, dan apa yang seharusnya Anda lakukan kepada kami dan ratusan warga yang nasibnya seperti kami. Karena seringnya membaca koran juga, kini aku bisa menulis surat untukmu. Ternyata engkau-lah yang selama ini kami cari. Engkau-lah yang mampu mengubah nasib ratusan, bahkan ribuan warga Pemalang. Orang yang mampu menghindari ibuku dari kekejaman majikannya. Orang yang mampu mengeluarkan ayahku dari lilitan hutang. Orang yang mampu menyekolahkan kami dan para anak jalanan lainnya. Dengan hanya sekali perintah saja kepada bawahanmu, semuanya akan berubah. Kami menunggu semua itu, Pak. Engkau adalah orang yang mampu melindungi anak-anak seperti kami dari siksaan kemiskinan yang memaksa kami hidup di jalanan, memaksa kami harus dipukuli oleh Satpol PP.

Bapak Bupati yang saya hormati,
Di Hari Jadi Kabupaten Pemalang yang ke-436 ini yang sekaligus pelantikan Anda menjadi Bupati Pemalang, aku atas nama ribuan warga Pemalang menginginkan suatu perubahan dari tangan Anda. Janji Anda saat kampanye masih segar di ingatan kami. Kami masih ingat semua janji yang Anda lontarkan kepada ribuan warga Pemalang. Dan sekarang saatnya kami menunggu janji itu menjadi nyata dan bukan sekedar omong kosong.

Pak, engkau-lah orang nomor satu di Kabupaten Pemalang. Di tanganmu-lah kami yakin perubahan pasti ada. Kami yakin engkau akan mewujudkan ribuan harapan warga Pemalang. Kami yakin suatu saat nanti jika engkau dapat mewujudkan harapan kami, kami akan terharu bahagia melihat engkau dalam memimpin kabupaten ini. Dan nanti, saat saat akhir masa jabatan bapak, kami akan tahu bahwa kami tidak pernah salah memilih pemimpin.

Pak, jika engkau tak mampu mewujudkan harapan kami, kami tak akan kecewa. Kami tak akan marah. Tapi Pak, kami mohon kepada engkau untuk mengamini doa kami, semoga kami bisa menggantikan posisimu ketika kami dewasa nanti. Kami berjanji, jika suatu saat nanti kami duduk di bangku emasmu, kami akan menolong ribuan warga Pemalang yang senasib dengan kami. Sampaikan salam kami kepada para bawahanmu, agar mereka juga mengamini doa kami, agar kami juga dapat menggantikan posisi mereka.

Sekian yang dapat saya ungkapkan lewat surat ini. Semoga di ulang tahun Kabupaten Pemalang yang ke-436 ini, di bawah kepemimpinan Anda, Pemalang bisa menjadi kabupaten yang terlihat baik di mata Indonesia, bahkan dunia.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

24 januari 2011,
Bertepatan dengan Hari Jadi kabupaten Pemalang yang ke-436
dan juga pelantikan bupati baru Kabupaten Pemalang.


Imamul Muttaqin

Jumat, 25 Februari 2011

Fiksimini, Imajinasi Yang Terliarkan

Sekitar bulan Mei 2010 lalu, tak sengaja saya membuka twitter dan menemukan satu akun yang bernama @fiksimini. Sebenarnya saya heran, kok ada akun seperti ini. Apa tujuannya? Setelah bertanya kesana-kemari, akhirnya saya tahu apa itu fiksimini. Ya, dilihat dari namanya saja pasti sudah tahu apa itu fiksimini. Fiksimini merupakan suatu karya sastra yang jumlah karakternya sangat terbatas, yaitu 140 karakter. Kenapa karakternya hanya sedikit? Karena ini mengikuti batasan twitter yang hanya bisa menampung 140 karakter. Walaupun terlihat sedikit dan cukup mini, tetapi bagi saya fiksimini menyimpan berbagai ledakan yang bisa menimbukan banyak kejutan setiap membacanya. Fiksimini sendiri didirikan oleh @agus_noor dan juga dibantu oleh @clara_ng dan juga @ekakurniawan sebagai moderatornya. Mereka bertiga merupakan sastrawan yang karya-karyanya sudah berkeliaran di masyarakat.

Walaupun terlihat mini, tetapi di mata saya fiksimini bisa menjadi sebuah hiburan, kritikan, bahkan bisa menjadi hobi baru dalam menulis. Di tengah-tengah kesibukan kuliah saya, fiksimini merupakan salah satu alternatif untuk menghilangkan kepenatan dan kebosanan, karena membacanya tak memerlukan banyak waktu. Di sela-sela waktu senggang, melalui akun twitter saya (Imamul_), saya sering menyempatkan untuk menulis fiksimini, walaupun jarang di- retweet. Walaupun sepertinya telihat mudah, tetapi bagi saya menulis fiksimini itu sangat memutar otak, apalagi jika topiknya sangat sulit. Dan terkadang saya juga merasa kesal jika fiksimini saya tidak di- retweet oleh moderator. Mungkin karena karya saya terlihat belum layak dibaca oleh fiksiminiers, atau mungkin fiksimini saya terlewatkan begitu saja dan tidak dibaca oleh moderator. Setiap harinya fiksimini mepunyai topik yang berbeda-beda yang dilontarkan oleh fiksiminiers (sebutan bagi pecinta fiksimini). Dari topik tersebut lah para fiksiminiers dituntut untuk membuat fiksimini sesuai topik yang telah disetujui oleh moderator. Jika karya fiksimini kita bagus, maka akan di-retweet oleh moderator. Retweet sendiri kalau di twitter bisa disebut seperti di-like. Setiap harinya, ada sekitar seratus lebih fiksimini yang masuk ke akun @fiksimini dan hanya puluhan karya yang di- retweet saja. Biasanya saat topik sudah muncul, saya langsung membuat apa yang ada di ide saya. Kalau lagi banyak ide, saya bisa membuat sekitar sepuluh lebih fiksimini. Tetapi jika otak sedang tidak ada ide, saya lewatkan saja dan hanya menjadi penikmat.

Sebagai contoh, coba lihat fiksimini yang saya buat:
Di hadapan hakim, ia mengaku telah berkali-kali membunuh dirinya sendiri.

Apa yang bisa kita amati dari fiksimini tersebut? Tersentak? Kaget? Yang jelas kita pasti akan berfikir kesana-kemari. Mana mungkin ada orang yang mengaku telah membunuh dirinya sendiri? Mana mungkin ada orang yang sudah mati lalu datang ke pengadilan dan mengakui kesalahannya sendiri? Itulah fiksimini yang menurut Mas Agus Noor seperti debu yang mampu meledakkan semesta.

Akhir-akhir ini, fiksimini telah berkembang ke dalam media lain seperti buku, film, lagu, bahkan cerpen. Untuk buku sendiri, fiksimini telah melahirkan beberapa buku, yaitu Curhat Ibu Peri dan Politweet. Sebentar lagi, juga akan ada buku baru yang terlahir dari fiksimini, yaitu Cemburu Itu Peluru. Fiksimini juga berkembang ke dunia perfilman. Untuk film-filmnya sendiri bisa dilihat di youtube dengan kata kunci: fiksimini. Sedangkan untuk cerpen, bisa dilihat di ceritapendekfiksimini.blogspot.com. disana, kita bisa melihat beberapa cerpen yang idenya bersumer dari fiksimini.

Tertarik untuk begabung? Silakan Follow saja akun twitternya di @fiksimini. Jangan lupa follow saya juga di @Imamul_


Inilah hasil tulisan saya yang pernah di-Retweet oleh @fiksimini:

Tema: Istimewa
KEMATIAN ISTIMEWA. Mati sebelum hidup.

Tema: Istimewa
ULANG TAHUN PERTAMAKU. Diiringi tangisan, ibu menaburkan bunga di atas kuburanku.

Tema: Istimewa
KADO ISTIMEWA UNTUK ORANG BUTA. Sebuah tongkat bermata manusia.

Tema: Grasi
KALENDER. Tuhan telah mengurangi menjadi 4 bulan.

Tema: Grasi
BAYI. Ibu memberiku grasi, aku hanya 3 bulan di dalam perutnya.

Tema: Sakaw
PECANDU KELAS KAKAP. Putaw, tepung, semen, dan merica dimatanya sama saja.

Tema: Berantakan
PERTAMA KALI DILAHIRKAN. Mataku berada diperut, hidungku dikaki, dan mulutku dipunggung. Lalu aku pun segera merapikannya.

Tema: Reog
PESTA HALLOWEEN. Hanya dia yang memakai topeng reog.

Tema: Ulang Tahun
HOBI. Ia selalu merayakan ulang tahunnya setiap hari. Sejak itulah ia dinyatakan gila.

Tema: Basah
PELAJARAN FISIKA. “Udin, apa yang terjadi jika api ini bapak siram?” “Apinya basah Pak!”

Tema: Mata
MENGELUH. Mata kananku mengeluh, ia tak dapat melihat mata kiri.

Tema: PUJANGGA
Tak ingin kata-katanya diklaim oleh orang lain, ia pergi ke kantor departemen untuk mendapatkan Hak Paten.

Tema: Yang ini saya lupa temanya apa. Hehe
Kacang tak ingin meninggalkan kulitnya. Sampai kumakan pun mereka tetap bersama.

Tema: Bola
“Kak, ntar sore bisa maen bola nggak?” | “gila lu, gue kan udah mati!”

Tema: Bedesak-desakan
kenapa harus berdesak-desakan mengantri beras? beli sendiri-sendiri kan bisa!

Tema: Peta
Udin, knpa nilai geografi mu jelek? biasanya kan bagus? | maaf bu, abisnya kmaren saya ga bawa peta, jdi ga bsa nyontek

Tema: Luka
BREAKING NEWS: 10 rumah rusak, 5 orang meninggal, & 20 orang lainnya terluka parah saat Udin menyanyi di kamar mandi.

Tema: daging
HARGA-HARGA MELAMBUNG TINGGI. Penciptaan Hawa ditunda. Tuhan tak sanggup membeli daging.

Tema: Hakim
Di hadapan hakim, ia mengaku telah berkali-kali membunuh dirinya sendiri.

Tema: Dingin
PERCOBAAN FISIKA. “Andi, apa yg terjadi jika air ini Bapak dinginkan?” “Airnya menggigil, Pak!”

Tema: Lahar
DISPENSER AJAIB. Ketika kupencet tombol biru, tiba2 keluar lahar dingin. Begitu juga sebaliknya dgn tombol warna merah.

Tema: Burung
ADA YANG ANEH DARI AYAHKU. Setiap jam 12 malam ia berubah menjadi burung gagak.

Tema: Lomba
KETAKUTAN. Bola menggelinding terengah-tengah. Ia lari menjauhi pemain yang beringas ingin menghancurkannya.

Tema: Kacamata
PAGI HARI. Tepat jam 06.00, tiba-tiba muncul matahari dari balik kacamata hitamku.

Tema: Kacamata
“Tahukah kamu, Sayangku? Tanpa kacamata, kau terlihat seperti pria yang pernah menikahiku dulu.”

Tema: Kacamata
SEMENJAK RUMAHKU DIGUSUR. Ada kehidupan baru di kacamataku. Keluargaku tinggal di sana.

Sabtu, 25 Desember 2010

Inilah Hipotesis MAHASISWA Misterius yang Berhasil Mematahkan Jawaban Sang PROFESOR

Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswa nya dengan pertanyaan ini, "Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?".

Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, "Betul, Dia yang menciptakan semuanya".

"Tuhan menciptakan semuanya?" Tanya professor sekali lagi. "Ya, Pak, semuanya" kata mahasiswa tersebut.

Profesor itu menjawab, "Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan".

Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau Agama itu adalah sebuah mitos.

Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, "Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?".

"Tentu saja," jawab si Profesor,

Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, "Profesor, apakah dingin itu ada?"

"Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Kamu tidak pernah sakit flu?" Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya.

Mahasiswa itu menjawab, "Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas."

Mahasiswa itu melanjutkan, "Profesor, apakah gelap itu ada?"

Profesor itu menjawab, "Tentu saja itu ada."

Mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi anda salah, Pak. Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak. Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna. Tapi Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya."

Akhirnya mahasiswa itu bertanya, "Profesor, apakah kejahatan itu ada?"

Dengan bimbang professor itu menjawab, "Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya.
Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara-perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan."

Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab, "Sekali lagi Anda salah, Pak. Kajahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kajahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan. Tuhan tidak menciptakan kajahatan. Kajahatan adalah hasil dari tidak adanya kasih Tuhan dihati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya." Profesor itu terdiam.

Nama mahasiswa itu adalah Albert Einstein .

Kamis, 23 Desember 2010

Untukmu, Orang tuaku

Marilah kita mencoba untuk mengumpulkan pikiran kita menjadi satu titik fokus. Bayangkanlah suatu tempat dimana kita meras lepas, kita bebaskan diri kita dari semua permasalahan kita. Kita buang semua beban yang ada di pundak kita.
Mari kita rasakan betapa ringannya kita, tanpa ada halangan apapun. Senyum, senyumlah!
Sekarang, bayangkan kita berjalan di jalan setapak menuju ke suatu tempat. Jalan demi jalan kita lalui, dan sampailah kita di suatu rumah. Ya, rumah itu yang selalu memberi kita ketenangan, kenyaman, keteduhan. Tempat dimana kita selalu kembali setelah kita mengerjakan aktifitas, tempat terakhir dari tujuan kita setelah lama berjalan. Bayangkan pintu tempat kita pertama kali masuk untuk lepaskan dari hiruk pikuknya dunia luar. Jendela dimana kita bisa melihat suasana diluar sana.
Diteras rumah, ada seorang yang dengan tulusnya selalu memberikan kita senyum. Seorang yang tak henti-hentinya selalu mendoakan kita. Senyum yang selalu kita nantikan pada saat dia marah. Wajah keriputnya menjadi tanda ia gigih berjuang dalam kehidupan ini. Wajah keriputnya menjadi tanda ia mencoba untuk membuat orang-orang disekelilingnya untuk selalu tersenyum. Ya, itu adalah senyum dari bapak kita, ayah kita. Ya Robbi, betapa kau berikan wajah tua itu tenaga yang luar biasa untukku.
Masih ingat dalam pikiranku, betapa ia membantuku mencoba untuk menginjakkan kaki di bumi ini. Masih ku ingat ia tak henti-henti memberiku semangat untuk terus berdiri tatkala aku jatuh. Masih ku ingat ia tak henti-henti mengingatkan aku untuk tidak putus asa ketika pertama kali aku naik sepeda. Meskipun lutut ini penuh luka, ia terus memberiku semangat. ”terus, .terus! ayo jangan takut, bapak akan menjagamu! Ayo gerakkan kakimu, saying! kayuhlah sepedamu!” Masih ku ingat ia menggendongku saat aku sakit, membawaku sekedar berobat ke dokter walaupun ku tahu biaya untuk itu bapak tidak ada.
Ya Allah, tangan keriput itu yang tak henti mengusap kepalaku sembari dengan doa yang keluar dari bibirnya, “Ya Allah, jadikanlah dia anak yang sholeh dan sholehah, jadikanlah anak yang berbakti bagi keluarga. Jadikan ia kebanggaan keluarga. Jauhkanlah ia dari hal-hal yang tidak Engkau sukai”. Doa itu terus mengalir dari bibir keriputnya yang tidak pernah mengeluh meski kita sering tidak sopan padanya, meski kata-kata kasar kadang kita ucapkan, kata-kata yang tidak kita sadari telah menyakit hatinya.
Kini senyum itu tak lagi aku temui. Ya, kini Bapak telah pergi, kini aku rindu padamu, Pak. Aku rindu nasehatmu, aku rindu amarahmu, aku rindu doa-doa untukku. Bapak, maafkan semua yang tidak pantas aku lakukan untukmu.
Di samping Bapak, ada seorang perempuan tua dengan wajah keriputnya tersenyum tulus pada kita. Itu Ibu kita, wanita yang dengan kasih sayang tulus merawat kita tanpa mengharap balas. Wanita yang telah menghabiskan sisa hidupnya untuk menjaga kita, menjadikan kita anak yang baik dalam budi pekertinya. Dari ia-lah aku tahu mana yang baik.
Masih kuingat, tangan itu menyuapiku makan ketika aku merasa lapar. Ia selalu memberikan aku makanan terbaik, memerikan aku minum tatkala aku kehausan.
Dalam doanya, ia tak henti-henti meminta, “Ya Allah, jadikan ia anak yang baik, jadikan ia tempat aku menghabiskan sisa hidupku. Ya Robbi, ampinilah dosa-dosa yang pernah ia lakukan, ingatkanlah ia tatkala ia terlena denagn semuanya. Lindngi ia dari hal-hal yang buruk.” Doa itu, ya doa itu tulus keluar dari hati kecil dan bibirnya. Doa yang tak sebanding dengan apa yang telah aku lakukan padanya, kata-kata yang tidak pantas aku keluarkan. Pernah ibu memintaku untuk membeli telur, “Nak, tolong belikan ibu telur untuk lauk hari ini.” Tapi aku malah asyik bermain Handphone. “Nak, tolong ibu! Adikmu sudah menangis kelaparan” “Ah, Ibu, lagi tanggung nih Bu. Ibu saja sana yang beli!” Jawaban yang tidak semestinya aku keluarkan, walau aku tahu ibu juga sibuk mengerjakan sesuatu di dapur. Sering aku keluarkan kata-kat atau jawaban yang mungkin tanpa aku sadari telah menyakiti hati ibu. Kadang aku marah ketika ibu tidak melakukan apa yang aku minta, “Kenapa bajuku belum disetrika?”.
Ya Allah, ibu tidak pernah marah sedikitpun meski kata-kata tidak sopan sering aku lontarkan. Ibu terus tersenyum, sembari tak henti-hentinya berdoa, “Maafkan anakku, Ya Allah, dia belum tahu”. Meski aku tahu saat ini usiaku sudah akil baligh. Usia dimana seharusnya manusia sudah mengenal dan dibebanioleh berat ringannya dosa. Namun aku tidak tahu itu. Ya Allah, aku tidak bisa menemui lagi senyum yang penh dengan kesejukan itu, senyum yang memberiku ketenangan.
Ya Alla, Ya Robbi, telah banyak yang aku lakukan yang tidak semestinya untuk mereka, orang tuaku. Banyak aku keluarkan kata-kata tidak pantas, kata-kata yang mungkin membuat mereka saki hati. Tidak pernah mereka membalas apapun kelakuan buruk yang pernah aku lakukan. Mereka terus berdoa untukku, mereka menumpukkan harapan besar untukku. Mereka terbangun di malam hari sekedar memohon ampunan dan berdoa agar aku menjadi anak yang bisa membuat mereka bangga, memohon agar aku bisa menjadi tumpuan di hari tuanya kelak.
Tapi, apakah aku ingat mereka? Apakah aku sering mendoakan mereka? Tidak! Aku tidak pernah mendoakan mereka, aku asyik dengan duniaku sendiri, aku syik dengan apa yang aku kerjakan. Sholat? Bahkan aku lupa kapan terakhir aku melakukan itu. Berdoa? Bahkan aku lupa doa apa yang aku pinta untuk mereka. Ya Allah, maafkan aku. Maafkan untuk semuanya atas khilaf yang aku lakukan. Bapak, maafkan aku, telah banyak yang tidak pantas aku lakukan untukmu, telah banyak nasehat yang aku lupakan darimu. Aku rindu padamu, Pak! Aku rindu nasehat-nasehatmu!
Ibu, maafkan aku, telah banyak kata-kata tidak sopan yang keluar dari bibirku, telah banyak sikap yang tidak sepantasnya aku tunjukkan padamu. Aku rindu padamu, Ibu! Aku rindu dekapan dan kasih sayangmu!
Namun, dari hati kecilku, terimalah doaku untuk mereka, Ya Allah. Ampuni dosa-dosa mereka. Sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku sejak aku kecil. Tempatkanlah mereka di tempat yang suci. Ya Allah, jaga mereka seperti mereka menjagaku sejak Engkau tiupkan roh dalam tubuhku.
Marilah kita renungkan kembali bahwa kita seperti ini juga karena jasa bapak ibu kita. Harapan kita, kita kita bisa merubah apa yang telah kita lakukan untuk menjadi lebih baik lagi. Ingat, setelah membaca tulisan ini, nanti bila kita bertemu orang tua kita, peluk dan bersujudlah kepada mereka. Meminta maaf atas segala kesalahan kita.

Sabtu, 18 Desember 2010

Surat Cinta Untuk Pak SBY

Kepada Bapak Presiden yang saya hormati dan sayangi

apakabar pak ? semoga selalu dalam lindunganNya ya pak, amin. wah, saya ini buruk dalam merangkai kata. kok nekat yah bikin surat cinta untuk bapak karena cuma ini yang bisa saya lakukan . datang ke istana menghadap bapak tidak mungkin . pasti bapak sangat sibuk. open house lebaran lalu yang katanya untuk rakyat saja, rakyat yang bisa menemui bapak dibatasi, bagaimana kalau hari hari sibuk seperti sekarang . pasti sulit sekali ya pak..

Bapak Presiden yang saya cintai..
saya lelah mencela, saya lelah memaki, saya lelah menghujat.. tidak merubah apapun ternyata, kecuali angka pada tensi darah saya. kali ini saya bertanya, lalu meminta..

saya ini rakyat biasa, dapat informasi tentang bapak dan pemerintahan juga dari media. saya kadang bertanya, apakah media memang sengaja hanya memberitakan yang kurang baik saja, atau memang sedikit hal baik yang bapak lakukan untuk bangsa ini ? jujur saja pak, saya masih ingin mempercayai bapak. saya masih berharap banyak bapak pasang badan sebagai pemimpin bangsa ini demi kami.

disini saya tidak ingin bertanya tentang kejadian yang sudah sudah seperti ditutupnya ratusan gereja selama bapak berkuasa, kasus lumpur lapindo yang tak kunjung usai, UU pornografi yang tidak menunjukkan manfaat nyata pada moral bangsa Indonesia, selain malah menghabiskan dana untuk membahas rancangan UUnya dan demo dimana mana, atau tentang negara yang kembali hobi berhutang, atau tentang sistem pemilu yang -menurut saya- malah jadi lahan korupsi dan membuat Indonesia menjadi negara favorit produsen high-end brand (ehemm..) atauuuuu tentang tabung gas 3kg yang sempat ingin saya hadiahkan pada bapak saat bapak ulang tahun kemarin maksud saya siapa tau bapak belum pernah mencoba tabung ajaib yang selain bisa buat masak, bisa untuk mengebom rumah tetangga ini pak, ataaauu BLT yang -menurut saya lagi nih,- keputusan impulsif yang ahirnya malah memakan banyak korban. saya dengar banyak korbannya pak, lalu bagaimana kelanjutannya? atau tentang janji bapak yang berapi api waktu kampanye kemarin tentang pemberantasan korupsi dan ternyata ICW malah membeberkan fakta bahwa 54,85% terpidana kasus korupsi yang disidangkan di PN diputus BEBAS, atau tentang... huaaa banyak ya pak, maaf maaf, saya kebablasan.. bukan itu yang mau saya bahas pak, udah ketinggalan jaman yah pak, iya kan ? ummm tapi saya tetap kagum kok sama bapak, selain bapak tegas dalam menangani rencana pembakaran Alquran di AS sampai menyurati Presiden Obama, lagunya bapak bagus saya juga musisi loh pak, walaupun cuma musisi jalanan

karena semua yang saya bahas di atas itu sudah lewat, mari kita lupakan.. biarkanlah kami rakyat melapangkan dada untuk memaklumi bahwa urusan seorang presiden itu tidak sedikit, dan pada akhirnya saya pun berdamai dengan kenyataan tersebut. tapi..

pada suatu pagi dalam suasana lebaran, saya sedang menggoda ponakan saya sampai menangis, saya terkejut dengan adanya berita penusukan terhadap pendeta dari jemaat HKBP di Ciketing, Bekasi. wow, ini tahun 2010, dan ternyata kebebasan beragama masih belum terjamin. padahal Indonesia menjamin kebebasan beragama seperti disebutkan dalam UUD 1945 Pasal 29, ayat (2): Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. aduh saya nanti kalau sudah bahas pasal merembet kemana mana termasuk soal ahmadiyah itu pak, jadi saya stop dulu. saya ambil nafas sebentar, lalu kembali lagi ke soal penganiayaan pendeta HKBP. saya sempat marah marah di twitter saya pak (@MsBagan) tapi yah, sekali lagi, hanya omelan yang tidak mendatangkan apa apa selain tensi darah yang terus meninggi. saya, dan teman teman di twitter menunggu reaksi bapak. 24 jam pertama belum ada tanda tanda respon dari bapak, selain "menurunkan" bawahan terlebih dahulu untuk mengusut insiden ini, memang masih lebih baik daripada tidak bereaksi sama sekali pak. jauuhh lebih baik dan pada saat akhirnya bapak berkomentar mengenai insiden ini, yang keluar lagi lagi kata prihatin. sudah ? sama pak, saya juga prihatin. kita sama

saya coba lupakan persoalan ini, walaupun mengganjal di dalam benak saya. kenapa justru teman teman yang juga rakyat, sama seperti saya yang "turun langsung" menentang kekerasan dalam kebebasan beragama dengan aksi 1000 lilin di bundaran HI semalam. saya kembali berdamai dengan kenyataan bahwa "urusan presiden itu tidak sedikit".

sampai pagi ini, ketika saya mendengar (lagi lagi) dari media tentang bapak yang menegur, bahkan marah kepada dirut telkomsel ketika bapak gagal melakukan teleconference untuk memantau arus balik di Jawa Tengah dan Jawa Barat. saking marahnya bapak sampai berkata "Saya tidak suka ada kejadian pimpinan yang tidak merespons apapun" eng.. saya tidak ingin komentar soal statement bapak yang satu ini, takut salah yang ingin saya komentari adalah, bagaimana mungkin bapak hanya berkata "prihatin" atas insiden penganiayaan terhadap seorang pendeta, sedangkan marah dan berbicara tegas ketika terjadi kesalahan teknis pada saluran komunikasi. saya tertegun lama di depan komputer, sambil merenung. sebegitu banyakkah urusan negara Indonesia ini, sampai pemimpinnya tidak dapat lagi menentukan prioritas?

Bapak Presiden tersayang,
apakah saya masih boleh percaya kepada bapak ? apakah dalam empat tahun kedepan sisa masa kepemimpinan bapak, bapak bisa membuat saya dan jutaan rakyat Indonesia lainnya terharu bangga terhadap pemimpin Bangsa ini ? apakah pada akhir masa jabatan bapak nanti, rakyat yang memilih bapak akhirnya tahu, mereka tidak pernah salah memilih pemimpin? apakah berapa puluh tahun kedepan di dalam buku sejarah terukir sejarah indah tentang masa kepemimpinan bapak ? dan apakah saya juga bisa bercerita tentang bagaimana hebatnya bapak memimpin bangsa ini kepada generasi berikutnya?

melihat ketegasan bapak kepada Dirut Telkomsel hari ini, timbul harapan saya kedepannya bapak akan dapat setegas itu dalam menangani segala permasalahan yang terjadi, baik yang belum selesai atau yang akan datang. saya masih percaya kepada bapak, saya masih sangaaaatt berharap kepada bapak, dan saya yakin saya tidak sendiri. jutaan rakyat Indonesia di luar sana masih sangat berharap kepada pemimpin Bangsa ini, Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

hormat saya,

Ladrina Bagan